Minggu, 24 Oktober 2010

65 Tahun Kemerdekaan RI Rakyat Miskin Makin Miskin

Hari Ulang Tahun (HUT ke-65) Kemerdekaan Republik Indonesia Selasa 17 Agustus 2010 berlangsung di seluruh tanah air. Tidak hanya di Istana Negara tetapi juga di pelosok daerah diharapkan meriah meskipun umat Islam tengah melaksanakan puasa Ramadhan 1431 H.

Tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan HUT RI berlangsung kurang meriah sehingga peluang semakin kurang meriah pada tahun ini semakin besar saja, karena kecil kemungkinan masyarakat melakukan berbagai kegiatan yang memeras tenaga karena sedang berpuasa di siang hari dan melaksanakan ibadah shalat tarawaih, tadarus Al-Quran di malam harinya. Jadi, walaupun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya terlihat adanya penurunan dari segi kemeriahan, namun kita harapkan HUT RI ke-65 kali ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan tidak mengurangi makna kemerdekaan yang diperjuangkan dengan segenap tenaga, termasuk pengorbanan jiwa para pejuang kita di ’’tempo doeloe’’.

Oleh karena itu, momentum memperingati HUT Kemerdekaan RI tahun ini yang bertepatan dengan bulan puasa bagi umat Islam--mayoritas penduduk Indonesia--harus bisa dijadikan renungan dan introspeksi diri bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya para pejabat dan tokoh-tokoh masyarakatnya agar menunjukkan sikap mental pejuang dalam memajukan bangsa dan negara. Mereka harus bisa menjadi panutan, bukan sebaliknya menjadi cibiran karena tingkah laku dan perbuatannya tidak sejalan dengan harapan masyarakat.

Saat ini kemajuan bangsa kita semakin jauh saja dari cita-cita kemerdekaan RI. Andai para pejuang masih hidup tentunya mereka sedih, menangis terseduh-seduh. Bagaimana tidak, jumlah penduduk miskin bertambah terus kalau dilihat faktanya di lapangan, di mana yang miskin semakin miskin, bahkan mamilih mati bunuh diri bersama anak-anaknya. Sejalan dengan itu jumlah pengangguran semakin bertambah. Meskipun pemerintah selalu menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, inflasi rendah, faktanya rakyat miskin semakin meretas ke penjuru daerah, sungguh fenomena memprihatinkan.

Tidak itu saja. Utang luar negeri semakin menggunung. Hingga akhir semester 1 (2010) saja utang pemerintah sudah mencapai Rp1.625,63 triliun. Jumlah itu bertambah Rp34,97 triliun jika dibandingkan dengan posisi akhir 2009 yang mencapai Rp1.590,66 triliun. Data itu dibenarkan pengamat ekonomi dari UGM sebagaimana ekspose media massa kemarin.

Hemat kita, kalau negara berutang sebenarnya hal biasa, asal pemanfaatannya benar. Artinya, utang untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan negara, bukan memajukan kepentingan perorangan atau kelompok semata. Celakanya utang yang dilakukan pemerintah tidak sebagaimana harapan kita, apalagi rakyat kelas bawah, karena penggunaannya tidak produktif. kita sebut tidak produktif karena faktanya utang pemerintah yang menggunung, terbesar dalam usia republik ini merdeka, habis untuk bayar utang, bunga utang, dan kebutuhan reguler. Tegasnya, utang tidak dipergunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan rakyat. Jadi, yang menikmatinya hanya segelintir orang saja. Kalau dipergunakan untuk pengembangan sektor industri, pertanian atau kelautan hal itu positif, terutama yang bertujuan ekspor. Hal inilah yang bisa menyulut masalah sosial, bila kesenjangan ekonomi semakin tidak terkontrol, bila pemerintah makin seenaknya sendiri menjalankan pemerintahan, bahkan ke mana-mana membuat gebrakan pencitraan yang tak bermanfaat buat rakyat. Awalnya saja komit dengan rakyat sebelum terpilih, setelah terpilih melupakan janji-janjinya, alias ’’lips service’’.

Adalah suatu fakta yang tidak bisa dibantah sekarang ini rasa nasionalisme pejabat, pengusaha, tokoh masyarakat, mahasiswa, bahkan di kalangan sementara pelajar semakin menurun. Tidak semua tapi gejalah itu semakin nyata saja. Mereka semakin komersial, kehilangan rasa dan budaya. Konon pula masyarakat biasa yang melihat ketidakadilan dalam pemerintahan yang semakin korup di berbagai sektor dan kehidupan elite politiknya semakin tidak sehat bisa-bisa membuat mereka gelap mata. Kita khawatir, jika rasa nasionalisme ini semakin terkikis maka permasalahan bangsa kita akan semakin parah di masa mendatang. Tidak hanya khawatir dengan rasa aman dan aksi terorisme yang semakin mengerikan, tetapi juga kekhawatiran lainnya, seperti terancamnya kedaulatan bangsa di berbagai bidang, seperti teritorial, politik, ekonomi, hukum, budaya dll.

Harapan kita, pemerintahan Presiden SBY bisa lebih bekerja keras tanpa kompromi dalam pemberantasan KKN, penegakan hukum mutlak diperlukan, peningkatan perekonomian rakyat jangan pernah diabaikan. Jadikan momentum Ramadhan untuk mawas diri, mendengar jeritan ’’wong cilik’’ yang selalu menjadi korban peradaban dan pemerintahan otoriter.+

Intisari:HUT RI ke-65 kita rayakan dengan semangat Ramadhan membentuk pemerintahan yang pro-rakyat dan berakhlakul kharimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar