Minggu, 24 Oktober 2010

BELUM ADA KEBIJAKAN PEMERINTAH DI SEKTOR TRANSPORTASI UMUM

Angkutan umum dan jalan raya adalah dua hal yang perlu perhatian dalam pembangunan bangsa ini karena sangat menentukan pembangunan ekonomi rakyat. Angkutan umum yang belum menjakau daerah-daerah pelosok saat ini mempersulit pengembangan ekonomi rakyat yang merata.

Pada era kemerdekaan ini, di Dili kita melihat angkutan umum dari berbagai jenis kenderaan seperti mikrolet, bus kota dan mobil sedan yang dijadikan taxi. Sepertinya angkutan umum sekarang lebih baik dibandingkan dengan masa kolonial. Sejak masa transisi, masuk para pengusaha dari berbagai negara menjual mobil-mobil bekas yang harganya relatif murah. Karena banyak orang yang membeli mobil, kota Dili pun dibanjiri mobil bekas.

Tetapi mobil angkutan umum ternyata hanya berdesak-desakan di kota Dili. Banyak desa tidak dijangkau oleh angkutan umum. Menurut mereka, hasil pertanian tidak bisa dijual karena kesulitan mencari alat transportasi. Apalagi banyak wilayah belum dilalui oleh jalan. Misalnya para perempuan penduduk Hatu-Builico harus berjalan kaki lebih dari empat jam mengangkut hasil pertanian mereka untuk dijual di Ermera.

Angkutan umum dan jalan raya adalah dua masalah transportasi yang memerlukan perhatian serius pemerintah. Jika kebutuhan transportasi ditangani dengan baik oleh pemerintah, pengaruhnya akan baik bagi kehidupan rakyat. Perekonomian rakyat bisa tumbuh, tercipta keseimbangan pendapatan antar wilayah, dan angka kemiskinan bisa dikurangi.

Anggaran negara tahun 2001-2002 (masa transisi) untuk infrastruktur, termasuk sektor transportasi besarnya mencapai USD 16.585 juta. Sementara dalam laporan pembelanjaan pemerintah tahun 2002-2003, pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur totalnya adalah USD 16,7 juta, dengan nilai kapital sebesar USD 1,46 juta.


Angkutan Umum di kota Dili (Foto: Rogério Soares/Direito)

Uang sebesar ini seharusnya pemerintah dapat menjamin adanya angkutan umum untuk melayani masyarakat di pelosok dengan biaya murah. Atau paling tidak jalan raya untuk angkutan umum bisa diperbaiki. Anggaran yang dialokasikan di atas berasal dari TFET (Trust fund for East Timor), CFET (Consolidation fund for East Timor), Bdan bilateral serta UN Assessed Fund. Sebagian dari anggaran tersebut juga digunakan pemerintah untuk menyewa kapal jurusan Dili-Atauro-Oecusse. Oecusse dan Atauro menjadi prioritas karena keduanya dipisahkan oleh laut dari wilayah utama Timor Leste dan hanya bisa dijangkau dengan angkutan laut. Tetapi muncul kritik karena penyewaan kapal ini dianggap memboroskan dan diusulkan agar pemerintah membeli dan mengoperasikan kapal sendiri saja.

Pemikiran agar pemerintah mengoperasikan angkutan umum ada di kalangan pemerintah. Pada masa �Transisi II� yang kebanyakan posisi sudah dipegang orang Timor Leste sendiri, Kabinet Transisi di bawah Ketua Menteri Mar� Alkatiri pernah mengajukan usulan agar pemerintah mendirikan semacam perusahaan angkutan umum yang melayani desa-desa agar penduduk desa bisa mengangkut hasil pertaniannya untuk dijual di kota. Tetapi usulan ini tidak disetujui oleh Bank Dunia karena menurut Bank Dunia transportasi adalah urusan swasta dan pemerintah tidak boleh campur tangan karena hanya akan menimbulkan korupsi dan inefisiensi ekonomi. Karena Bank Dunia yang mengelola dana anggaran pembangunan yang uangnya berasal dari negara-negara donor, Bank Dunia lebih kuat posisinya dalam menentukan kebijakan dibandingkan Dewan Menteri saat itu. Keadaan ini berlanjut sampai sekarang. Meskipun RDTL telah resmi merdeka, yang mengelola dana bantuan dari donor-donor untuk Timor Leste masih Bank Dunia. Aggaran pembangunan dan anggaran rutin pemerintah masih berada di tangan Bank Dunia.

Transportasi begitu penting bagi kehidupan rakyat Timor Leste. Kalau urusan ini diserahkan kepada swasta, maka akan banyak desa yang tidak bisa mendapatkannya karena di manapun usaha swasta hanya memikirkan keuntungannya sendiri, bukan kepentingan seluruh rakyat. Apalagi rakyat miskin di desa-desa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar