Minggu, 24 Oktober 2010

CiKEAS> Kenaikan BBM Membuat Ekonomi Rakyat Miskin Makin Terjepit

Bila Pemerintah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) lagi, tak dapat
disangkal bahwa ekonomi rakyat miskin pun akan semakin terjepit dan rakyat
semakin menjerit. Namanya juga rakyat miskin. Ekonominya hanya berada di batas
garis atau bahkan di bawah garis kemiskinan. Hidup pas-pasan.

Barangkali makan nasi hanya sekali sehari, sisanya makan singkong, atau bahkan
sangat mungkin "puasa" karena tidak punya uang untuk beli beras.
Inilah sebagian fakta yang menjadi kenyataan pahit bagi rakyat miskin, baik di
tengah kota maupun di pelosok desa. Maka tak heran, bila segala macam penyakit
dari mulai kurang gizi sampai dengan busung lapar, dan lain-lain dengan
gampangnya menyerang dan semakin menambah deretan penderitaan bagi rakyat
miskin.

Berbicara soal jumlah rakyat miskin di Indonesia, ada perbedaan yang mencolok
antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Bank Dunia
mempublikasikan bahwa terdapat sebanyak 110 juta jumlah rakyat miskin di
Indonesia, atau 48,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sekarang ini
terhitung 225 juta penduduk.

Akan tetapi, data dari BPS yang disampaikan oleh Deputi Statistik Sosial Dr.
Rusman Heriawan menyatakan, diperkirakan jumlah orang miskin akan berkurang 2
persen dari angka saat ini, yakni 36 juta orang (Koran Tempo, 19 Agustus 2005).
Artinya, jumlah orang miskin di Indonesia hanya 16 persen dari jumlah penduduk.

Bila kita bandingkan perhitungan kedua institusi tersebut, terjadi selisih
sebesar 32,8 persen. Sementara pihak lainnya, ada yang menyatakan bahwa
sebanyak 52,4 persen warga Indonesia hidup dalam kemiskinan. Bila asumsi jumlah
penduduk Indonesia 225 juta, yang dimaksud 52,4 persen menjadi 117,9 juta warga
miskin di Indonesia. Perhitungan ini memunculkan selisih persentase yang jauh
lebih besar lagi dari kedua perhitungan diatas. Yang mana yang dapat dijadikan
acuan standar?

Lepas dari masalah pola penghitungan dan jumlah yang paling akurat, ada
faktor-faktor yang sangat penting untuk ditelusuri dari kehidupan rakyat
miskin, berkaitan dengan kelangsungan hidup selanjutnya.

Miskin konotasinya biasanya "tak punya apa-apa". Miskin juga berarti tidak
mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standar.

Akan tetapi, dalam kemiskinan, biasanya masih ada semangat untuk hidup.
Semangat juang umumnya cukup tinggi, karena secara alami, harus mempertahankan
diri untuk hidup. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah rakyat miskin akan
selamanya miskin? Apakah rakyat miskin tidak memiliki potensi untuk beranjak
menjadi rakyat yang mandiri atau sejahtera?

Antisipasi

Sebagaimana diungkapkan seorang pakar: " Poor people are not helpless, they can
and do in order to change their situations. They have the potensial to be
agents of social transformation" (Cecilia Loreto Mariz, 1994).

Secara jujur dapat dikatakan bahwa tak seorang pun yang sejak lahir ingin hidup
miskin atau menjadi miskin. Kalau kebetulan terlahir dari keluarga miskin,
apakah harus selamanya jadi miskin? Yang menjadi persoalan selanjutnya adalah,
bagaimana caranya mengubah situasi agar tak selamanya menjadi miskin.

Hal pokok yang ingin diantisipasi adalah, bagaimana caranya agar para rakyat
miskin ini bisa bertahan hidup, jika terjadi kenaikan harga-harga terutama
harga kebutuhan sembako. Fakta kemiskinan telah menjadi bagian dari kehidupan
bangsa ini. Hampir tiap hari kita disodori kenyataan betapa kemiskinan kian
merajalela. Kemiskinan tak lagi menjadi monopoli kota-kota besar, tetapi telah
merongrong ke seluruh pelosok.

Sehubungan dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM yang akan
dipercepat menjadi bulan September dari rencana sebelumnya bulan Januari 2006,
maka jelas akan semakin menghimpit kehidupan rakyat miskin.

Pinjaman Lunak

Untuk mengatasi situasi yang semakin kompleks tersebut, maka dibutuhkan suatu
terobosan berani dari pemerintah, dalam rangka mendorong iklim berusaha
terutama bagi usaha mikro kecil hingga menengah. Usaha kecil seperti produksi
rumah tangga harus didorong dan diberi kesempatan berkembang.

Selama ini, untuk mengajukan pinjaman bank bagi usaha mikro, tetap saja
disamakan dengan dunia industri besar, yang biasanya selalu minta jaminan harta
benda dan segudang syarat-syarat lainnya. Setelah itu, pungutan-pungutan
lainnya masih berlangsung setelah usaha sudah mulai jalan seperti retribusi,
pajak, dan berbagai pungutan tetek bengek lainnya.

Upaya antisipatif harus segera dilakukan mengingat jumlah rakyat miskin di
Indonesia merupakan sebuah potensi besar. Dan bila dukungan berusaha dapat
diwujudkan secara merata baik di perkotaan maupun di daerah, maka bukan tidak
mungkin fundamental perekonomian akan tetap menggeliat, dan roda perekonomian
nasional diharapkan akan tetap berputar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar