Minggu, 24 Oktober 2010

Harga Pangan dan Rakyat Kecil








EKONOMI
kita secara umum membaik. Sebagaimana ditunjukkan oleh data BPS, kita mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup sebesar 3,9 persen pada triwulan ketiga dibandinkan triwulan kedua dan secara kumulatif tumbuh 4,2 persen.

Pertumbuhan pada kuartal ketiga terjadi pada semua sektor ekonomi dan yang tertinggi terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh 7,3 persen. Akan tetapi, pada saat yang sama terjadi kenaikan harga-harga yang konsisten pada beberapa tahun terakhir. Kenaikan harga-harga tertinggi justru terjadi pada bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat.

Pada saat ekonomi secara umum tumbuh, mungkin sebagian besar ekonomi rakyat terbawah memburuk yang bisa dilihat dari gejolak harga kebutuhan pokok. Rentangan ekonomi kita sejak semula dicirikan oleh dual circuit, yaitu ekonomi Pemerintah Belanda dan pengusaha asing yang mencapai kemakmuran karena menjadi penghubung komoditas domestik yang tradable dan pusat-pusat kemakmuran dunia serta ekonomi rakyat yang membentuk sirkuit sisa yang diperebutkan dengan sangat kompetitif oleh jutaan pemain kecil.

Pertumbuhan di sektor pertanian sebagaimana disebutkan dalam data BPS di atas menunjukkan bahwa jumlah nilai riil bahan pangan nasional meningkat. Akan tetapi, hal itu belum tentu diikuti ketahanan pangan nasional yang meningkat. Terutama kalau nilai riil terjadi dari sumbangan bahan pangan yang diperdagangkan ke luar. Mengupas pertumbuhan ekonomi memang selalu dapat dikonfrontasikan dengan siapa yang tumbuh atau ke mana atau kepada siapa pertumbuhan diperuntukkan.

Perlu dielaborasi lebih jauh apakah pangan yang tumbuh nilainya adalah produk perdagangan yang mungkin dijual ke luar saja ataukah persediaan untuk rakyat banyak? Di Jawa Tengah yang merupakan lumbung padi misalnya sudah tiga kali gagal panen. Aset petani di beberapa daerah sudah habis, sementara pemerintah berpangku tangan. Pemerintah daerah terlalu besar memiliki discretion sehingga sejauh mana anggaran untuk rakyat tergantung dari siapa pemimpin daerahnya.

Fokus atau ciri khas memang diperbolehkan, tetapi tidaklah terlalu berbeda satu dengan yang lainnya yang menggambarkan tiadanya standar dalam mengelola negara. Para petani yang umumnya berskala kecil, sekali mengalami gagal panen langsung berubah menjadi konsumen daripada produsen. Malangnya, ketika gagal panen terjadi secara beruntun, mereka juga dituntut untuk tetap survive menghadapi harga pangan yang terus merangkak naik.

Pemerintah tidak atau belum memiliki sistem perlindungan kepada rakyat. Mestinya pada situasi seperti ini secara legal APBN atau APBD dapat mengucur kepada petani yang setia terhadap ketahanan pangan. Negara maju, misalnya Jepang, mem-back up petani sedemikian rupa sehingga mereka bisa hidup dan membantu ketahanan pangan bangsanya.

Sumber-Sumber Tekanan Harga

Kenaikan harga-harga dapat disebabkan oleh dua sisi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Desakan permintaan dapat menyebabkan harga-harga pangan terus meningkat, misalnya bersamaan dengan datangnya hari raya, permintaan untuk ekspor yang disebabkan permintaan riil luar negeri. Perbedaan pendapatan yang makin timpang juga menyebabkan permintaan yang meningkat yang dibarengi kesulitan daya beli kelompok bawah.

Walaupun beberapa daerah mengalami gagal panen akibat hama wereng, secara keseluruhan produksi belum tentu berkurang. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa produksi padi sebagai bahan pangan utama terus meningkat dari 57 juta ton pada 2008 menjadi 60 juta ton pada 2009. Untuk tahun 2010 diperkirakan mencapai 64 juta ton. Data tahun 2010 yang diprediksi panen mencapai 64 juta ton bisa ditinjau ulang apabila hama wereng tidak dapat diatasi segera.

Berkurangnya penawaran akibat gagal panen dan penimbunan oleh pedagang juga berakibat langsung terhadap meningkatnya harga pangan. Walaupun kenyataannya produksi meningkat, kenaikan harga-harga bisa disebabkan oleh informasi gagal panen dan harapan pedagang bahwa akan terjadi kekurangan pasokan. Para pedagang sering mengambil satu langkah di depan untuk mengantisipasi kelebihan atau kekurangan pasokan.

Kenaikan biaya faktor produksi yang juga akan berakibat pada harga-harga umum, dipicu oleh kenaikan tarif dasar listrik, ekspektasi terhadap kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan yang selalu terus terencana adalah kenaikan upah pekerja. Tiga kenaikan harga faktor itu ternyata semuanya bersumber pada pemerintah.

TDL dan BBM terkait dengan pengurangan subsidi dalam APBN, sedangkan kenaikan upah yang memang ditetapkan pemerintah melalui upah-upah minimum (UM) juga dipicu peningkatan gaji pegawai pemerintah yang terus-menerus dilakukan. Gaji pemerintah sering kali menyetir kenaikan gaji di sektor swasta di mana pemerintah selalu mengumumkan kenaikankenaikan gaji pegawainya.

Pejabat pemerintah (DPR dan jabatan politis di pemerintahan) sendiri berkaca pada gaji kelompok manajerial di sektor swasta, sementara pekerja produksi diinspirasi oleh kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Tiga kenaikan faktor yang selalu berulang setiap tahun menyebabkan bisnis yang tergesa-gesa atau kurang tenang (ekonomi yang sering memanas). Sebaiknya peninjauan gaji dilakukan dua tahunan sehingga pengusaha, terutama yang bermain di sektor yang kompetitif, sedikit memperoleh ketenangan.

Kenaikan Harga Pangan dan Orang Miskin Baru

Harga pangan yang terus meningkat beberapa waktu ini diperkirakan mencapai rata-rata 25 persen dalam 2,5 tahun terakhir dengan kenaikan yang signifikan pada 2010. Beras yang merupakan komoditas paling sensitif karena merupakan menu wajib yang harus ada, meningkat sangat pesat dari sekitar Rp5.000 pada bulan Januari menjadi sekitar Rp7.000 pada Juli 2010 atau meningkat sekira 40 persen.

Kenaikan harga beras memberi efek psikologis yang buruk bagi kelompok bawah. Walaupun kenaikan harga komoditas pangan cukup pesat, ternyata itu tidak memperbaiki nilai tukar petani (NTP). Artinya bukan petani yang menikmati kenaikan harga pangan, melainkan para pedagang atau distributor. Sebagaimana dikemukakan di atas, pada gagal panen di Jawa Tengah di mana petani berubah menjadi konsumen, kenaikan harga pangan sangat memberatkan petani yang berubah menjadi pembeli.

NTP tidak lain adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar petani. Sebagai sektor yang boleh dikatakan terbelakang dan menampung sekira 40 persen penduduk, NTP merupakan analisis yang penting. Kenaikan harga pangan sebagai kebutuhan pokok menimbulkan orang miskin baru (OMB) sebagai lawan dari orang kaya baru (OKB) yang menjadi kaya karena windfall dari suatu komoditas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar