Senin, 25 Oktober 2010

masalah yang belum hilang di jakarta

NEGARA HARUS BERTANGGUNG JAWAB-Terhadap Penghilangan Orang secara Paksa


Dari 1.039 tragedi penghilangan orang secara paksa sejak awal pemerintahan Soeharto sampai sekarang ini-tahun 1965 - 2001-negara masih tetap mengabaikan tanggung jawabnya menjamin hak dasar rakyat. Tak ada kasus penghilangan orang secara paksa yang tuntas diselesaikan. Karena itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) minta Presiden Megawati Soekarnoputri bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Demikian pernyataan Ketua Badan Pekerja Kontras, Munarman, dalam memperingati Hari Orang Hilang Internasional, 30 Agustus 2001 di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kamis (30/8). Pada hari yang sama, sejumlah keluarga korban penghilangan paksa yang sampai kini belum diketemukan, mendatangi Komisi II DPR. Mereka didampingi Kontras dan diterima Wakil Ketua Komisi II DPR Hamdan Zoelva.

Hamdan menolak didesak agar mendukung pembentukan pengadilan hak asasi manusia (HAM) ad hoc untuk kasus penghilangan orang secara paksa. "Secara pribadi, saya mempunyai perhatian pada persoalan penghilangan orang secara paksa. Tetapi, pernyataan dari Komisi II harus dibicarakan lebih dahulu dalam rapat intern," kata anggota Fraksi Partai Bulan Bintang (F-PBB) tersebut.

Sipon, istri penyair Wiji Thukul-pimpinan Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) yang mendukung Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan hilang tahun 1998-mengharapkan, Presiden Megawati Soekarnoputri memiliki perhatian yang lebih untuk merampungkan permasalahan orang hilang, terutama yang terkait dengan peristiwa 27 Juli 1996. Sebab, semestinya secara pribadi Megawati mempunyai kedekatan psikologis dengan peristiwa tersebut.

"Selama lebih dari tiga tahun ini saya selalu ditangisi kedua anak saya yang menanyakan di mana bapaknya. Setiap ibu pasti mengerti rasanya ditangisi anak-anak. Tolong, bantu kami menanggung beban ini dan jangan jadikan Indonesia bukan negara hukum, melainkan negara penculikan dan penghilangan orang," ujar Sipon di depan anggota DPR.

Sekretaris Kontras Usman Hamid menambahkan, sesungguhnya upaya Kontras meminta Megawati untuk turut bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan orang hilang tidak terlalu diharapkan bakal berhasil. Sebab, Megawati masih mengikutsertakan orang-orang yang diduga ikut bertanggung jawab dalam tragedi kejahatan kemanusiaan atau kejahatan berat HAM dalam pemerintahannya.

Tiga kategori
Menurut Munarman, ada tiga kategori kasus penghilangan orang secara paksa yang menonjol, yakni korban penculikan aktivis pada tahun 1998, penculikan petani dan buruh, serta korban yang hilang di Aceh dan Irian Jaya karena dituduh pemerintah sebagai pemberontak. Penghilangan paksa manusia terbesar terjadi di era pemerintahan Soeharto. Sebanyak 130 orang hilang di Pemalang, Sidoarjo, dan Blitar, karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) periode 1965-1973. Pada kurun 1981-1990, sebanyak 409 orang di Kediri, Malang, Tanjungpriok, Talangsari (Lampung), dan Aceh hilang karena permasalahan tanah, aktivitas keagamaan, dan akibat kebijakan daerah operasi militer. Sebanyak 16 orang hilang di Jakarta, tahun 1998 sebagai akibat rangkaian kerusuhan 27 Juli saat pendudukan Kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Walaupun terjadi peralihan kekuasaan, kini masih menyisakan 14 korban hilang di Jakarta akibat kerusuhan Mei 1998 yang belum jelas keberadaannya. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir kekerasan terus terjadi di Aceh menjadikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi kawasan tempat orang hilang terbesar, mencapai jumlah 486 orang.

Kontras menyayangkan cara kerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang terkesan pasif dalam persoalan yang tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan ini. Timbul kesan, respons Komnas HAM sangat ditentukan oleh tekanan dari luar.

"Kontras mendesak Komnas HAM agar konsisten membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM untuk penghilangan orang secara paksa ini," ujar Munarman.

Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Utomo menambahkan, mereka tetap berharap anak-anak dan keluarga mereka yang hilang masih dapat ditemukan, sekalipun sudah meninggal. Syukur, kalau masih hidup. Sayangnya, menurut ayah dari Petrus Bimo Anugrah, aktivis PRD yang hilang tahun 1998, ini selama berjuang tiga setengah tahun mencari jejak anaknya, tidak ada perhatian serius dari pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar