Minggu, 24 Oktober 2010

Rakyat Miskin Meredefinisi Kemiskinannya

A. Redefinisi Kemiskinan

Definisi mengenai kemiskinan yang dibentuk dan dikeluarkan oleh pemerintah selama ini dihegemoni oleh kepentingan politik dan kapitalisme global yang semakin memperluas dan memperdalam kemiskinan struktural. Selama ini, kemiskinan hanya dipandang sekadar ketidakmampuan pribadi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Pendefinisian semacam itu tidak memperlihatkan sumber masalah yang mendasar, yakni ketidakmerataan distribusi di segala bidang dan cacat struktur kekuasaan ekonomi-politik yang diciptakan penguasa dan pemodal.

Paradigma yang memojokkan rakyat miskin sebagai entitas yang malas atau miskin karena takdir semakin memarjinalisasi rakyat miskin. Stigma ini semakin kuat dibentuk oleh negara agar agenda penuntasan kemiskinan tidak terlaksana dengan tuntas karena bagaimana pun juga tingkat kesejahteraan rakyat yang minim begitu menguntungkan bagi agenda neoliberalisme. Semisal, jumlah angkatan kerja yang tinggi dan minimnya lapangan pekerjaan menarik banyak orang menjadi buruh dengan upah rendah sangat menguntungkan perusahaan multinasional. Atau angka kemiskinan yang tinggi menjadikan alasan lembaga donor internasional gencar dan giat memberikan bantuan finansialnya beserta syarat-syarat mengedepankan agenda-agenda neoliberalisme.

Pengalihan nilai lebih (transfer of surplus file) yang berlebihan menyebabkan meluas dan mendalamnya kemiskinan struktural yang menyebabkan rendahnya upah nyata buruh, menurunnya nilai tukar hasil usaha tani, semakin membengkaknya jumlah petani yang tidak bertanah, rendahnya daya beli, dan semakin tingginya tingkat pengangguran. Internasionalisasi modal dan globalisasi kapital perdagangan dan produksi serta semakin besarnya hutang luar negeri diperkirakan akan memperlemah kelembagaan dan akhirnya memperparah kemiskinan yang diderita oleh rakyat.

Melihat kondisi manipulatif dan eksploitatif di atas, rakyat miskin harus mendefinisikan sendiri kemiskinannya dan mendeskripsi persoalan-persoalan pemiskinan yang dilakukan oleh negara beserta para pemodal. Oleh kerena itu, lebih akomodatif jika kemiskinan didefinisi dengan batasan tidak terpenuhinya kebutuhan akan subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, proteksi, daya cipta, kebebasan berpartisipasi, dan kebutuhan akan waktu luang. Definisi ini menyiratkan akses yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya dan memperlihatkan ketimpangan stuktur kekuasaan yang dihegemoni oleh penguasa dan pemodal.

B. Sebab-sebab Kemiskinan

Berkaitan dengan struktur kekuasaan, kemiskinan dipandang dalam tiga aspek persoalan:

1. Partisipasi

Rakyat miskin tidak mendapatkan akses ke pembuat kebijakan, sedangkan kelembagaan yang ada tidak pernah menjaring atau menyalurkan aspirasi yang muncul dari bawah. Kebutuhan rakyat miskin sudah didefinisikan dari atas atau kelembagaan yang ada, termasuk berkolaborasi dengan lembaga-lembaga kapitalis, sehingga kemiskinan tidak terselesaikan.

2. Regulasi

Kebijakan pemerintah lebih mengutamakan kepentingan ekonomi makro dan agenda-agenda neoliberalisme. Sehingga, kebijakan-kebijakan ekonomi memacu investasi modal pada sektor-sektor industri yang tidak berbasis pada potensi rakyat banyak, menutup kesempatan masyarakat untuk mengembangkan potensinya dan menjadi akar proses pemiskinan. Sumber-sumber daya yang seharusnya dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat menjadi dikuasai oleh pemodal yang tidak menyentuh persoalan kemiskinan rakyat.

3. Good Govenance

Tidak adanya transparansi dan akuntabilitas pada pembuatan keputusan dan pelaksanaan kebijakan mengakibatkan kebijakan hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Segala bentuk regulasi diputuskan oleh lembaga-lembaga pembuat kebijakan tanpa mangikutsertakan para pelaku yang terlibat dan tidak memahami adaptasi rakyat miskin, sehingga kebijakan yang muncul tidak mendukung rakyat miskin, bahkan cenderung diskriminatif dan represif kepada rakyat miskin.

Penyebab-penyebab kemiskinan di atas tepat dikatakan sebagai proses pemiskinan massal karena tidak segera ditanggulangi oleh pemegang kekuasaan hingga berlanjut ke generasi berikutnya, bahkan terlihat pola-pola penciptaan kelas-kelas berdasarkan politik dan ekonomi secara struktural mengakibatkan salah satunya distribusi kekuasaan tidak merata, sehingga mengimplikasikan masalah-masalah yang semakin menguatkan kemiskinan, yaitu:

1. Rendahnya daya beli.

Penghasilan yang rendah dengan harga kebutuhan yang tinggi membuat rakyat miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Rendahnya daya beli karena upah yang minim merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi makro yang menghamba pemodal dan tidak menyentuh persoalan rakyat atau tidak mengakomodir maksimal pertumbuhan ekonomi mikro dan informal sebagai pijakan ekonomi rakyat miskin. Rendahnya daya beli kebutuhan pokok membuat kondisi rakyat miskin di ambang kelayakan kualitas kesehatan, semisal gizi buruk atau kelaparan, bahkan meninggal dunia karena tidak dapat membeli makanan.

2. Rendahnya kualitas kesehatan.

Akses kesehatan gratis sebagai upaya dari jaminan sosial yang wajib diselenggarakan pemerintah bagi rakyat miskin tidak dapat terealisasi dengan baik. Banyak dari rakyat miskin yang tidak bisa berobat atau mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai karena mahalnya biaya pelayanan kesehatan. Keeshatan buruk yang dialami rakyat miskin karena beberapa hal, yakni tingkat ekonomi rendah, lingkungan fisik yang kotor, dan kualitas makanan yang rendah.

3. Rendahnya tingkat pendidikan.

Pada umumnya masyarakat miskin memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah termasuk belum selesainya pendidikan dasar karena penghasilan yang rendah, namun biaya sekolah yang mahal. Tidak terjangkaunya fasilitas pendidikan dapat memengaruhi pola pikir mereka dalam menghadapi persoalan serta pemecahannya, juga kesempatan dan peluang untuk memperoleh kehidupan yang layak sangat kecil ditambah lagi dengan pemerintah abai terhadap kondisi mereka.

4. Rendahnya keterampilan yang dikuasai.

Tidak adanya keterampilan lainnya yang dikuasai semakin memperburuk kondisi mereka untuk dapat melakukan perubahan dari kondisi kehidupan yang mereka alami sekarang.

5. Tidak memiliki penghasilan tetap.

Rendahnya pendidikan serta keterampilan yang tidak ada menyebabkan mereka sulit untuk memperoleh pekerjaan yang bersifat tetap, sehingga otomatis mereka tidak memiliki penghasilan yang tetap pula untuk dapat menjamin kehidupan sehari-harinya, dengan kemampuan yang terbatas tersebut mereka hanya dapat mengandalkan kemampuan fisik untuk berkerja, semisal sebagai kuli bangunan atau sebagai buruh harian.

6. Tidak memiliki modal untuk usaha.

Untuk dapat melakukan usaha dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik, masyarakat terbentur pada ketiadaan modal atau memulai suatu usaha, kalau pun ada mereka terbentur pada sistem-sistem birokrasi yang semakin membuat mereka putus asa. Tidak hanya itu, usaha ekonomi rakyat miskin di sektor informal lambat laun digerus oleh usaha-usaha bermodalkan besar. Pemerintah pun tidak melihat sektor informal sebagai penyokong ekonomi potensial, tetapi menggusur keberadaan mereka.

7. Tidak memiliki kesempatan untuk berusaha.

Kecilnya peluang serta perhatian yang diberikan kepada mereka menyebabkan mereka tetap dalam kondisi miskin.

8. Tidak memiliki kemauan.

Faktor lain sebagai penyebab kemiskinan adalah sifat tidak ingin maju atau kaluar dari garis kemiskinan yang diartikan sebagai sikap pasrah terhadap keadaan dan tidak mau berusaha untuk mengubah keadaannya. Kondisi pasrah ini pun diakibatkan dari kondisi psikologis rakyat miskin yang frustasi karena begitu lamanya mereka berada di dalam kemiskinan struktural ini, diamna akses bagi rakyat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya ditutup.

9. Tidak tahu harus bagaimana.

Dengan kondisi yang telah sedemikian rupa di sekitar mereka, menyebabkan mereka bingung tidak tahu harus bagaimana atau harus dari mana mereka memulai.

C. Persoalan Rakyat Miskin Kini

Hasil dialog dengan rakyat miskin multi sektor dapat dikumpulkan beberapa masalah terkini berkaitan dengan pemiskinan dan kemiskinan, meliputi:

1. Persoalan tanah.

a. Menyangkut penyerobotan atas tanah rakyat.

b. Kesulitan dalam pengurusan sertifikasi tanah rakyat.

c. Tidak adanya surat hukum yang sah atas tanah dimiliki warga.

d. Tidak mendapatkan legitimasi hukum di pengadilan apabila sengketa.

2. Persoalan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Rakyat miskin urban sulit memperoleh KTP di kota (berkaitan dengan status tanah warga) karena masih dianggap penduduk illegal, padahal UU menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia bebas berpindah ke wilayah lain dan bekerja selama masih di wilayah Indonesia.

3. Penyediaan air bersih.

a. Rakyat miskin tidak memperoleh akses ke saluran PAM Jaya karena diabaikan dan harga yang tidak terjangkau. Selain itu, rakyat miskin tinggal di wilayah yang memiliki sanitasi yang buruk.

b. Pencemaran air limbah sampah yang menyerap ke sumber air tanah.

c. Pencemaran sungai/kali oleh limbah industri maupun rumah tangga.

d. Warga membeli kebutuhan air bersih atau meminta dari warga yang mampu.

e. Penurunan muka air tanah yang disebabkan penyedotan besar-besaran oleh industri di sekitarnya.

4. Persoalan drainase dan air bersih.

a. Sarana pembuangan air limbah rumah tangga sedikit tidak memadai.

b. Banyak saluran got/selokan yang tidak jalan.

5. Persoalan Jalan dan transportasi.

a. Umumnya jalan masih berupa jalan setapak/tanah.

b. Akses jalan yang mendukung perkembangan kegiatan ekonomi di daerah sekitar rakyat miskin tidak memadai.

c. Banyak jalan aspal yang sudah rusak, lama tidak diperbaiki.

d. Lampu jalan tidak tersedia.

e. Kurangnya atau ketidaksediaan angkutan umum.

6. Persoalan perumahan.

a. Rumah warga kampung terbuat dari plastik, tripleks, kardus, seng, papan, bedeng

b. Listrik belum masuk/diputus (berkaitan dengan masalah status tanah).

7. Persoalan pendidikan.

a. Kesulitan akses memperoleh pendidikan disebabkan status kewarganegaraan dan (KTP).

b. Kesadaran warga terhadap pentingnya pendidikan masih rendah.

c. Kesulitan untuk menjangkau biaya pendidikan.

8. Persoalan kesehatan.

Kesulitan untuk menjangkau biaya kesehatan.

9. Persoalan lain.

a. Jaringan irigasi ke sawah mengalami pemampatan dan tanggul sering jebol.

b. Bekas galian pasir yang ditinggal begitu saja oleh perusahaan penambang sering menelan korban.

D. Kelemahan dan Kekuatan Rakyat Miskin

Rakyat miskin memiliki kelemahan membuat posisi tawar politis terhadap penguasa yang merampas hak-hak fundamentalnya begitu lemah, yaitu:

a. Tidak terorganisasi (lemah di komitmen) dan kesadaran politik melalui berorganisasi kurang.

b. Banyak yang masih primodial.

c. Dikotomi yang cukup kuat antara penduduk asli dan pendatang.

d. Masih cukup sektarian.

e. Ketergantungan pada bantuan masih cukup tinggi.

f. Kelebihan tenaga kerja, kurangnya lapangan pekerjaan.

Namun, rakyat miskin memiliki kekuatan yang dapat diorganisir dalam sebuah aksi massa guna menuntut hak-hak dasarnya, yaitu:

a. Jumlah yang besar

b. Militansi tinggi

c. Kreatif, adaptif, orisinal budaya

d. Solidaritas (guyub), namun sesaat

e. Pandai mengatur diri

f. Terbuka dan spontanitas

g. Buruh mulai terorganisasi dari bawah

h. Mulai tumbuhnya organisasi-organisasi sektoral, seperti pengamen, kaki lima, buruh, petani, dll.

E. Posisi Kemiskinan di Perkotaan

Persoalan kemiskinan di perkotaan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, permasalahan kemiskinan di perkotaan lebih kompleks dibandingkan kemiskinan di pedesaan, karena rakyat miskin kota tidak dapat mengandalkan alamnya sebagai sumber penghidupan mereka, terutama pangan, sehingga menimbulkan ekses sosial yang luas. Berbeda dengan rakyat pedesaan yang hidup bersama dan mengandalkan alamnya, dengan catatan kondisinya mendukung. Rakyat miskin kota yang begitu terjepit ketika akses segala upaya peningkatan kesejahteraan ditutup dapat menimbulkan dampak konflik sosial dan disorganisasi. Terjepitnya rakyat miskin perkotaan terlebih pada bentuk pengabaian dan penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah kerena entitas rakyat miskin kota ini menggangu agenda-agenda neliberalisme yang menjadikan kota sebagai pintu masuk dan lahan subur bagi perputaran uang dan akumulasi modal.

F. Kelompok-kelompok Miskin Kota

Beberapa kelompok yang rentan di perkotaan pada umumnya bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang rendah berkisar antara Rp.5.000-Rp.25.000 per hari, meliputi tukang becak, pedagang kaki lima/kecil (gerobak, bakulan), asongan, pengamen, pemulung, pengemis, gelandangan, anak jalanan, petani kota, buruh, nelayan kota, tukang ojek, tukang parkir, difable dan pekerja seks komersial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar