Minggu, 24 Oktober 2010

Setahun umur pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono diwarnai dengan banyaknya aksi unjuk rasa dari berbagai elemen m

Pengusaha nasional Rahmad Gobel mensinyalir adanya persaingan tidak sehat di balik pelarangan produk mi instan Indonesia yang beredar di Taiwan, menyusul di sejumlah pasar swalayan Hongkong dan sejumlah negara lain ikut-ikutan melakukan penelitian sebelum mengambil sikap.

Namun begitu, kita juga melihat ‘’ambivalensi’’ pejabat pemerintah Indonesia, termasuk Menkes RI yang menyatakan Indomie tidak berbahaya bagi kesehatan karena kadar bahan pengawetnya masih di bawah ambang batas. Begitu juga, pejabat IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia).

Sangat mengherankan jika di luar negeri (Taiwan) menganggap kandungan pengawet yang terdapat dalam mi instan produk RI berbahaya, sementara di negara kita yang mayoritas rakyatnya menyenangi mi instan malah dianggap aman-aman saja.

Pasti ada yang tidak ‘’beres’’ apakah para pejabat kita yang membela pengusaha dan membiarkan rakyatnya terancam penyakit, atau pejabat di Taiwan yang ‘’kebakaran jenggot’’ karena produk sejenis di negaranya kalah bersaing.

Sudah menjadi rahasia umum kalau produk mi instan asal Indonesia merajai pasar di sejumlah negara di luar negeri karena rasanya yang enak, walaupun bahan bakunya terigu impor namun harganya bisa murah dan terjangkau, serta pengemasannya yang bagus dan mudah dimasak. Jenisnya pun beragam.

Tentu saja semua produk mi instan itu menggunakan bahan pengawet atau bahkan mungkin pewarna bagi produk makanan dan minuman lainnya. Adalah hak pemerintah Taiwan melakukan pelarangan terhadap produk impor yang beredar di negaranya. Kiranya pemerintah Indonesia pun melakukan hal yang sama, sehingga Standar Nasional Indonesia (SNI) benar-benar dijalankan agar produk ‘’sampah’’ dari negara-negara lain tidak seenaknya beredar di Indonesia.

Hemat kita, penggunaan bahan pengawet bagaimanapun juga sulit dihilangkan dalam dunia industri makanan - minuman, juga obat-obatan. Masalahnya, kalau tanpa pengawet dalam waktu beberapa hari saja kondisinya sudah rusak. Oleh karena itu digunakan bahan pengawet atau jenis ‘’borak anti-basi’’ sehingga jangka pakainya bisa setahun bahkan lebih.

Yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah kita tentu saja apakah betul pemerintah Taiwan memberlakukan spesifikasi mi instan yang boleh dijual harus tanpa bahan pengawet untuk seluruh produk tanpa pilih kasih. Sehingga bukan hanya dikenakan untuk produk Indonesia saja. Kalau memang berlaku untuk seluruh produk dalam dan luar negeri hal sangat positif. Berarti, pemerintah Taiwan bertanggung jawab dalam melindungi rakyatnya dari ‘’racun berbahaya’’ yang terdapat dalam produk bahan makanan dan minuman.

Pemerintah kita pun harusnya memberi contoh seperti itu, tegas dalam bersikap untuk melindungi rakyatnya dari beragam penyakit yang bisa timbul akibat mengonsumsi produk makanan dan minuman berpengawet dan menggunakan pewarna kimia/tekstil.

Sebenarnya, sudah lama praktisi kesehatan, seperti para dokter mengimbau masyarakat untuk berhati-hati memilih makanan, terutama yang menggunakan pewarna dan bahan pengawet. Sebab, banyak beredar makanan jenis itu di pasaran dengan harga bersaing, namun dampaknya sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh konsumennya. Dalam jumlah terbatas mungkin saja aman, tapi kalau sudah terlalu sering dimakan dan diminum pastilah akan menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan.

Pemerintah, apalagi Menkes, sepatutnya mengimbau masyarakat untuk mengurangi mengonsumsi produk makanan dan minuman yang membahayakan kesehatan. Dalam jumlah sedikit mungkin tidak berbahaya tapi kalau dikonsumsi terus-menerus dalam jumlah banyak pastilah berdampak negatif bagi rakyat selaku konsumen. Selain itu, bersama-sama lembaga terkait lainnya menindak tegas produsen yang mengabaikan ketentuan hukum dan masalah kesehatan.

Saatnya masyarakat harus diberi edukasi bahwa makanan yang baik itu adalah yang segar tanpa bahan pengawet, formalin, borak, maupun pewarna kimia berbahaya, apalagi menggunakan pewarna tekstil yang semakin banyak dipergunakan karena harganya murah.

Siapapun produsen makanan dan minuman yang menggunakan bahan pengawet dan pewarna harus segera ditindak, izinnya dicabut, pelakunya ditangkap dan disidangkan ke meja hijau. Negara memang berkewajiban melindungi rakyatnya.

Larangan salah satu produk mi instan dari Indonesia beredar di Taiwan dan kemungkinan menyusul ke negara-negara lain memang memungkinkan kalau terbukti tidak susuai dengan standar masing-masing negara. Mumpung baru Taiwan yang mencekal Indomie kiranya perlu dilakukan antisipasi oleh pemerintah agar produk unggulan Indonesia lainnya tidak menyusul dicekal nantinya.

Apalagi cukup terbuka juga kemungkinan adanya rekayasa dan persaingan dagang dengan produk sejenis dari dalam negeri dan luar negeri mengingat segmen bisnis mi instan yang bermasalah di Taiwan itu masih memimpin penjualan terbesar, yakni Rp3,15 triliun atau 72,8 persen.+

Tidak ada komentar:

Posting Komentar