Minggu, 24 Oktober 2010

Terpuruknya Pasar Rakyat: Wujud Ketidakadilan Pemerintah Kota dan Dampak Global Ekonomi Kapitalis

Sistem hidup 'ironi' memang hanya melahirkan kenyataan ironi. Globalisasi yang menekankan pada privatisasi, anti intervensi negara dalam ekonomi, dan kepercayaan absolut pada mekanisme pasar ini, telah menimbulkan problem kehidupan yang tidak sederhana. Mulai level internasional sampai lokal, telah terjadi ketidakadilan global yang sangat menakutkan. Dua dampak utama dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis sebagai gerbong utama yang dibawa lokomotif globalisasi- adalah dikuasainya sektor kepemilikan publik oleh swasta dan munculnya kesenjangan ekonomi.

Di level lokal, khususnya kota Bandung, dampak global ini dirasakan pada sektor 'pasar'. Pertarungan hebat antara pasar tradisional (traditional market) dengan pasar modern (modern market) adalah wujud nyata apa yang telah kita perbincangkan tadi. Pasar yang merupakan fasilitas publik mulai dilalaikan oleh pemerintah karena terbuai dengan modal besar yang dibawa oleh 'bos-bos pasar' modern. Akhirnya, itervensi pemerintah kota (Pemkot) dalam pengelolaan pasar, seperti revitalisasi pasar, menjadi tak kunjung terealisasi. Akibatnya, terjadi sebuah kesenjangan ekonomi yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Lagi-lagi terjadilah kebijakan ironi yang dipertontonkan oleh Pemerintah kota Bandung, yaitu ketika program penertiban pasar berakhir pada 'kematian' pelaku usaha pada pasar rakyat sebuah istilah yang dirasa lebih tepat untuk menyebut pasar tradisional. Padahal, sejalan dengan visi kota Bandung, "Terwujudnya Kota Bandung Sebagai Kota Jasa yang Bermartabat", Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandung telah menetapkan visi "Terwujudnya Pasar yang Tertib Penunjang Ekonomi Kota".

Kembali ke kasus pasar, pusat perbelajaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Di berbagai wilayah terus tumbuh pusat-pusat perbelanjaan baru dengan berbagai bentuknya. Pusat-pusat perbelanjaan ini diisi oleh berbagai retailer (pegecer) yang umumnya adalah pengecer-pengecer besar, baik perusahaan pengecer multinasional maupun nasional. Untuk minimarket, menurut data Kompas tahun 2000, jumlahnya di Kota Bandung hanya 50 buah. Empat tahun kemudian, angka ini meningkat menjadi 350 buah. Selama tahun 2006 ini, penambahan minimarket mencapi 50 buah. Secara total, saat ini sedikitnya terdapat 7 hipermarket, 65 supermarket, dan 350 minimarket di Kota Bandung. (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0610/02/Jabar/6347.htm). Angka ini kemungkinan besar akan terus bertambah. Artinya, nasib pedagang di pasar rakyat kian terpuruk. Hal ini semakin membuktikan kelalaian pemerintah dan bahaya global ekonomi kapitalis..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar